Dana Hibah Disebut Sebut, Hambat Penuntasan Kasus Dugaan Korupsi Lahan RSUD Tigaraksa

BAGIKAN:

Keterangan: Foto adalah Ilustrasi

TANGERANG,Jurnalkota.com, – Kasus dugaan korupsi RSUD Tigaraksa Kabupaten Tangerang Banten masih menyimpan teka teki. Hingga kini belum ada tersangka seiring pihak kejari lebih memilih menutup diri atau bungkam. Sejak tersiar kabar tentang pengembalian uang sebesar 32 Miliar dari proyek RSUD Kab. Tangerang itu, tidak ada jawaban yang didapatkan dari Kejaksaan. Menjadi sorotan tajam dikalangan aktivis atau penggiat anti Korupsi dan praktisi hukum, meminta pihak Kejaksaan Negri Kabupaten Tangerang untuk segera menemukan tersangka dalam kasus dugaan korupsi itu.

Diketahui pihak Kejaksaan telah memeriksa 50 orang sebagai saksi sebelumnya pada tahun 2023, dan tiba tiba ada pengembalian Uang sebesar 32 Miliar yang diduga dari anggaran RSUD Tigaraksa ke Kas Daerah Kabupaten Tangerang, dan itu dibenarkan oleh Sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tangerang, ‘Ataullah’ ke Rekening Umum Kas Daerah (RKUD).

Penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan RSUD Tigaraksa Kabupaten Tangerang yang digarap oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang memang dinilai lamban. Kasus tersebut bahkan diduga akan dipeti es kan. Dugaan tersebut dilontarkan oleh Juara Simanjuntak, Ketua Jaringan Pemerhati Kebijakan Publik dan Pembangunan (JPKPP).

“Kasus itu saya duga akan dikubur dalam – dalam. Pasalnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) KabupatenTangerang, dan Kejaksaan Tinggi Banten telah mendapat “gratifikasi” berlabel hibah melalui APBD Kabupaten Tangerang tahun 2024,” ujarnya di Tigaraksa, Senin (10/06/2024)

Diketahui Kejari Kabupaten Tangerang dapat hibah sebesar Rp 5 miliar untuk “Penataan Ruangan Gedung Kantor Kejari Kab. Tangerang” dari APBD Kabupaten Tangerang. Kejati Banten mendapat hibah untuk “Penataan Ruangan dan Renovasi Gedung Kantor Kejati Banten sebesar Rp 3 miliar.
Dengan penerimaan hibah tersebut, menurutnya, pihak Kejari Kabupaten Tangerang maupun Kejati Banten secara psikologis akan sungkan menuntaskan kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan sejumlah petinggi Pemerintahan Kabupaten Tangerang itu.

Baca juga:  Diduga Selewengkan Dana Desa, Kades Perkebunan Sigala-gala Batangtoru Sumut Terancam Dipidana

“Apapun ceritanya, dengan adanya hibah itu, pihak kejaksaan akan terpengaruh secara psikologis untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi pengadaan tanah RSUD Tigaraksa dan menyeret semua oknum yang terlibat. Seberani – beraninya, pihak kejaksaan paling juga akan membonsai kasus dengan menyeret oknum – oknum di tingkatan rendah sebagai tersangka,” katanya.

Kemungkinan lainnya, bahwa pihak Kejari Kabupaten Tangerang dilibatkan dalam pengadaan tanah RSUD Tigaraksa juga menjadi faktor lain yang menghambat penuntasan kasus ini. Selain karena “gratifikasi” kata Juara, berlabel hibah itu pihak Kejari juga dihadapkan dengan persoalan keterlibatannya dalam proses pengadaan tanah RSUD Tigaraksa. Pasalnya, pada setiap pengadaan tanah untuk kepentingan publik di Pemerintahan Kabupaten Tangerang, disebut-sebut selalu melibatkan pihak Kejari.

“Jadi, bagi Kejari KabupatenTangerang, mengusut kasus ini sama dengan ‘menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri’,” pungkas nya.

Kapriyani, SH, MH, Praktisi juga Advokat ini menterjemahkan ke bahasa sederhana tentang Tindak Pidana Korupsi. Dirinya dengan luas menguraikan tentang peristiwa hukum pidana, dimana pelaku ketika mengaku dan mengembalikan kerugian negara dapat menghapuskan pidananya?

Kata Kapriyani, menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berbunyi, “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.”

“Jadi jelas, pelaku korupsi wajib mengembalikan uang yang dikorupsinya, sesuai Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pelaku yang telah terbukti melakukan tindak pidana merugikan keuangan negara wajib mengembalikan kerugian keuangan negara lewat uang pengganti, ” sambung Kapriyani.

Pengembalian uang tidak bisa sembunyi sembunyi apa lagi kepada Kas Negara, pasti ada orang yang menyerahkan uang tersebut, itu harus segera di periksa termasuk pihak dari BPKAD yang menerima uang 32 miliar harus segara diperiksa, supaya semuanya transparan dan akuntabel.

Baca juga:  Koramil 03MD Dan Tim Gabungan Gercep Berhasil Tangkap Pelaku Aksi Tawuran Dan Geng Motor Peresah Warga

“Pengembalian Kerugian Negara dalam Tindak Pidana Korupsi, akan menjadi hal yang dipertimbangkan hakim sebelum menjatuhkan pidana. Kemudian bahwa tindakan mengembalikan kerugian keuangan yang dilakukan terdakwa dicantumkan dalam hal-hal yang meringankan terdakwa, ” kata Kapriyani.

Dari kajian para aktivis disebut, Hasil jual beli dengan PT PWS, diduga diperjual belikan oleh TWS (inidisl-red) kepada Pemkab Tangerang. Karena dari pihak Pemkab. Tangerang dalam hal ini Sekda sebagai Ketua tim Pembebasan lahan dan ‘Dadan Dermawan’ ( Kabid Pertanahan & Pemakaman Dinas PERKIM ) pada saat itu ditunjuk penerima SK dari Sekda terkait pengadaan dan pembebasan lahan serta ‘TWS, diduga sebagai penjual.

Pemkab Tangerang juga melaporkan para aktivis karena telah mengawal kasus dugaan korupsi di RSUD Tigaraksa dan penetapan mereka sebagai Tersangka harus di gugurkan demi hukum. Konsekuensinya tidak menutup kemungkinan akan terjadi laporan balik dan akibatnya persoalan lahan ini akan terbuka kembali.

“Bukti yang disampaikan oleh teman teman Aliansi Mahasiswa belum begitu lengkap karena tidak semua dokumen terkait persoalan lahan tersebut mereka ketahui. Persoalan lahan ini sudah puluhan tahun hanya para aktivis senior yang mengetahuinya. Demikian saya sampaikan, ” ungkap Guzermon,, dari Lembaga Aliansi Indonesia Kabid Penelitain BPAN ( Badan Penelitian Aset Negara ) kepada jurnalkota.com. (Red)

Editor : Enjelina 

BAGIKAN: