Jakarta, Jurnalkota.com – Jaksa Agung Mudana Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) meyakini bahwa kasus pagar laut di Tangerang menyebabkan kerugian negara sehingga masuk sebagai kasus tindak pidana korupsi.

Hal ini berbeda dengan pernyataan dari Bareskrim Polri yang menyampaikan bahwa peristiwa pemalsuan surat lahan di pagar laut Tangerang tidak menyebabkan kerugian negara.
“Kemudian, terkait dengan kerugian negara, seperti yang disampaikan di beberapa media, setelah kita pelajari berkas perkara, materi itu ada (kerugian negara),” ujar Ketua Tim Peneliti Berkas Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan, di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/4/2025).
Sunarwan menjelaskan, kerugian negara ini terlihat dari adanya kepemilikan negara atas laut di sisi utara Tangerang yang lepas ke tangan pihak lain akibat surat yang diterbitkan oleh para tersangka.
“Adanya laut yang kemudian berubah statusnya menjadi milik perorangan dan kemudian menjadi milik perusahaan. Sehingga, lepaslah kepemilikan negara atas laut tersebut. Nah itulah yang merupakan titik poin kita kenapa kita menyampaikan bahwa itu ada perbuatan melawan hukum, berubahnya status itu,” ujar dia,
Lebih lanjut, penerbitan surat lahan ini dilakukan oleh penyelenggara negara, yaitu Kepala Desa Kohod Arsin bin Asip dan jajarannya. Penerbitan surat oleh Arsin disebut sebagai perbuatan yang menyalahgunakan kewenangan negara.
“Sejak tingkat kepala desa sampai dengan proses keluarnya SHGB. Di situ ada perbuatan dan semua dilakukan oleh penyelenggara negara. Sehingga, di sini ada perbuatan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh penyelenggara negara,” kata Sunarwan.
Menurut Kejagung, dua indikasi ini dinilai sudah menunjukkan adanya potensi terjadi korupsi. Oleh karena itu, penuntut umum dari Kejaksaan Agung meyakini bahwa kasus yang tengah ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) juga ditangani oleh Kortastipidkor.
Sebelumnya, Kejagung telah mengembalikan berkas pagar laut di Tangerang ini ke Bareskrim Polri pada 14 April 2025 lalu karena Bareskrim menyebut tidak ada korupsi dalam kasus tersebut. Namun,
Bareskrim justru mengirimkan kembali berkas perkara kasus dugaan pemalsuan surat izin di lahan pagar laut di Tangerang tanpa mencantumkan dugaan korupsi.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan bahwa pihaknya yakin bahwa kasus ini masih berfokus pada dugaan pemalsuan surat, bukan tindak pidana korupsi.
“Dari penyidik Polri, khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 263 KUHP menurut penyidik, berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formal maupun materiil. Artinya, kita sudah hari ini kembalikan dengan alasan-alasan yang tadi kami sampaikan,” ujar Djuhandhani saat konferensi pers di Lobi Bareskrim Polri, Kamis (10/4/2025).
Djuhandhani mengatakan bahwa setelah menerima petunjuk dari berkas P19 yang diberikan oleh Kejaksaan Agung, penyidik segera melakukan sejumlah pemeriksaan dan meminta keterangan dari sejumlah ahli, terutama untuk memeriksa ada tidaknya unsur korupsi dalam kasus yang tengah diselidiki.
Penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Umum telah berdiskusi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mencari tahu ada tidaknya kerugian negara dalam kasus pagar laut di Tangerang.
“Dari teman-teman BPK, kita diskusikan, kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya. Mereka belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” lanjutnya. Ada tidaknya kerugian negara ini penting karena menjadi salah satu unsur penentu suatu kasus disebut sebagai kasus korupsi atau bukan. (Red)