Penggeledahan Kejati Banten di DLH Tangsel Ungkap Sejumlah Fakta Hukum, Menarik Untuk Disimak

BAGIKAN:

Jurnalkota.com – Penggeledahan yang dilakukan Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) di Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLH) Kota Tangerang Selatan ungkap sejumlah fakta menarik. Dari penelusuran awak media, dari keterangan beberapa sumber aktivis di masyarakat, diduga kasus dugaan korupsi pengangkutan dan pengelolaan sampah tersebut dikait-kaitkan dengan Pilgub Banten terhadap salah satu kandidat yang kalah. Namun kabar tersebut belum bisa dibuktikan kebenarannya.

Tepat hari senin 10 Februari 2025, Penyidik kejati Banten melakukan penggeledahan terkait dugaan korupsi pengelolaan sampah yang merugikan negara Rp 25 miliar di Dinas Lingkungan Hidup Tangerang Selatan. Penggeledahan yang berlangsung selama tiga jam tim penyidik menyita lima boks kontainer berisi dokumen yang diduga berkaitan dengan kasus tersebut.

“Benar penyidik melakukan penggeledahan di Dinas lingkungan Hidup Tangerang Selatan dan membawa beberapa dokumen yang berhubungan dengan penyidikan kurang lebih ada lima boks kontainer,” ungkap Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adikresna, Selasa 11/02/2025.

Kata Rangga, selain menggeledah kantor DLH, tim penyidik juga menggeledah kantor PT Ella Pratama Perkasa (EPP), perusahaan pemenang proyek pengangkutan dan pengelolaan sampah Kota Tangsel itu tahun anggaran 2024. Dari kantor PT EPP penyidik juga telah mengamankan sejumlah bukti yang berkaitan dengan kasus tersebut.

Meskipun indikasi perbuatan melawan hukum sudah cukup jelas, hingga saat ini belum ada tersangka yang ditetapkan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar. Apakah kasus ini hanya berhenti di level kepala dinas dan pihak swasta, atau ada keterlibatan pejabat lebih tinggi seperti Wali Kota dan Sekretaris Daerah (Sekda)?

Menurut analisis hukum, Akhwil, S. H, dirinya berpendapat, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Inspektorat Kota Tangsel memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan dan melaporkan dugaan penyimpangan kepada Wali Kota. Jika kasus ini terjadi berulang kali tanpa ada tindakan dari pemerintah daerah, maka patut diduga adanya unsur pembiaran atau bahkan keterlibatan oknum di lingkup eksekutif.

Baca juga:  SMAN 1 Kota Tangerang Bungkam Terkait Study Tour ke Yogyakarta, DPP DAMI Akan Laporkan ke Inspektorat Provinsi Banten

ANALISIS HUKUM:

Dugaan Pelanggaran dan Potensi Jerat Pidana

Berdasarkan hasil investigasi dan analisis hukum, kasus ini dapat dikaji dalam beberapa aspek:

  1. Persengkongkolan dalam Tender Pengelolaan Sampah

Dalam hukum pengadaan barang dan jasa pemerintah, persengkongkolan dalam tender merupakan tindakan yang melanggar Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Jika terbukti ada kerja sama ilegal antara PT EPP dengan pejabat di DLH atau pihak lain untuk memenangkan tender secara tidak sah, maka para pelakunya dapat dikenakan sanksi administratif dan pidana. Selain itu, pelanggaran ini juga masuk dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang ancaman hukumannya mencapai 20 tahun penjara.

  1. Penyalahgunaan Jabatan dan Perbuatan Melawan Hukum

Penyalahgunaan jabatan untuk menguntungkan diri sendiri atau kelompok tertentu merupakan pelanggaran berat yang diatur dalam:

Pasal 3 UU Tipikor, yang menjerat pejabat yang menyalahgunakan wewenangnya hingga merugikan keuangan negara.

Pasal 12 huruf e UU Tipikor, yang melarang pejabat menerima imbalan dalam proyek yang melibatkan anggaran negara.

Jika terbukti bahwa pejabat DLH menerima suap atau gratifikasi dalam proses tender, maka mereka bisa dijerat dengan ancaman hukuman berat, termasuk pidana penjara seumur hidup.

  1. Kegagalan Pengawasan oleh Inspektorat dan Dugaan Pembiaran oleh Pejabat Tinggi

Dalam sistem pemerintahan daerah, Inspektorat memiliki kewenangan melakukan audit dan pengawasan terhadap penggunaan anggaran. Berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Inspektorat wajib melaporkan setiap indikasi penyimpangan anggaran kepada kepala daerah.

Jika kasus ini telah terjadi selama bertahun-tahun dan terus berulang tanpa tindakan tegas, maka ada kemungkinan Inspektorat gagal menjalankan tugasnya, atau lebih buruk lagi, ada dugaan pembiaran dari pejabat tinggi seperti Wali Kota atau Sekda.

Baca juga:  Tiga Perusahaan yang Kurangi Takaran Minyakita. Dari Mana Saja?

Dalam konteks ini, Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara bisa diterapkan kepada pihak-pihak yang diduga mengetahui tetapi tidak mengambil tindakan. Bahkan, jika terbukti ada kesengajaan untuk menutupi kasus ini, mereka juga bisa dijerat dengan Pasal 55 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana korupsi.

  1. Kejati Banten Harus Bertindak Cepat

Dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP, penyidikan bertujuan menemukan peristiwa pidana agar bisa segera ditentukan tersangkanya. Namun, dalam kasus ini, meskipun sudah ada bukti kuat, Kejati Banten masih belum menetapkan tersangka.

Jika penyelidikan ini tidak segera ditingkatkan, maka dikhawatirkan akan ada upaya penghilangan barang bukti atau intervensi politik yang menghambat proses hukum. Oleh karena itu, Kejati Banten harus segera:

  1. Menelusuri aliran dana proyek dengan melakukan audit forensik keuangan.
  2. Mendalami rekam jejak PT EPP dalam proyek-proyek sebelumnya untuk melihat apakah modus serupa sudah pernah terjadi.
  3. Memeriksa pejabat terkait, termasuk Wali Kota dan Sekda, untuk memastikan apakah ada unsur pembiaran atau keterlibatan langsung dalam proyek ini.
  4. Mengusut keterlibatan Inspektorat, yang seharusnya bertanggung jawab dalam pengawasan penggunaan anggaran.

“Kejati Banten harus Segera menetapkan tersangka. Kasus ini bukan sekadar dugaan korupsi biasa. Ini adalah indikasi korupsi sistemik yang melibatkan berbagai pihak, dari pejabat dinas hingga pengusaha, dan kemungkinan besar melibatkan pejabat lebih tinggi. Oleh karena itu, saya sebagai praktisi hukum dan aktivis LSM Tangerang Raya mendesak Kejati Banten segera menetapkan tersangka dan melakukan penyelidikan lebih luas, ” kata Akhwil.

Pemerintah Kota Tangsel memperjelas peran Inspektorat dan bertanggung jawab atas lemahnya pengawasan. Masyarakat terus mengawal kasus ini agar tidak berhenti di level bawah, tetapi menyasar pihak-pihak yang lebih tinggi jika memang terbukti terlibat.

Baca juga:  Pembangunan Gedung Mall Pelayanan Publik Kabupaten Tangerang Diduga KKN

“Jika Kejati Banten gagal menuntaskan kasus ini, maka ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di daerah. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan pada aparat hukum hanya karena ketidaktegasan dalam memberantas korupsi. Pasalnya hingga saat ini, Kejati Banten belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek senilai Rp75,9 miliar tersebut yang merugikan negara 25 miliar,” ucapnya.

CATATAN :

Artikel dalam bentuk analisis dan kajian hukum ini dibuat berdasarkan rangkuman berita dari berbagai pemberitaan media online nasional, regional dan lokal serta keterangan pers pejabat terkait, kemudian dikembangkan dalam bentuk berita informasi oleh penulis.

BAGIKAN: